You are currently viewing Esensi Kehidupan Ialah Bermanfaat Bagi Kehidupan Lainnya

Esensi Kehidupan Ialah Bermanfaat Bagi Kehidupan Lainnya

Esensi Kehidupan Ialah Bermanfaat Bagi Kehidupan Lainnya-Ia termenung disana. Masih dengan tubuh ringkihnya, pun sorot matanya yang turut layu. Mahkota kebanggaan yang kini tak menghitam lagi seakan menunjukkan bahwa ia sudah melewati beberapa episode dalam kehidupan ini. Dengan ikat rambut yang entah dari mana ia mendapatkannya. Namun itu sudah lusuh pula. Begitu banyak pahit getir kehidupan yang telah ia lalui. Busana yang berwarna coklat. Ah,.. aku yakin awalnya busana pelindung tubuh rentanya itu bermotif bunga-bunga nan cantik dan berwarna hijau. Namun kini telah berubah menjadi cokelat, serupa dengan coklat tanah. Alas kaki? Jangan kau tanyakan alas kaki. Untuk sekedar duduk saja ia langsung berada di hamparan tanah. Lantas untuk berjalan? Ya, tidak ada. Berjalan, kemana engkau akan melangkahkan kaki rentamu nek? Siapa yang hendak kau temui? Sanak saudara? Jika ada, mereka tidak akan membiarkanmu berada dalam keadaan ini. Mereka akan mencarimu dan membawamu menuju tempat tinggal mereka. Aparatur negara yang memperebutkan kursi dengan mengobral janji? Sudahlah, jangan mengharap mereka mampu mendengar suara kita. Sekedar mendengar pendapat temannya yang berada dalam satu forum saja mereka enggan melakukannya. Apalagi kita yang belum mereka kenal. Atau orang-orang yang tidak kau kenal ini? Entah, dengan orang terdekat saja mereka enggan menyapa, apalagi engkau yang entah siapa. Mungkin duduk manis di tempatmu itu merupakan pilihan terbaik bagi dirimu. Tidak ada yang dinanti, dan tidak ada yang hendak menghampiri.

Begitu selesai makanku, aku menghampirinya. Aku membawakan sesuatu untuknya. Aku yakin, sebungkus nasi dan empat lembar lima ribuan ini tidak mampu menggantikan seluruh kepedihan hidup yang pernah ia alami. Namun, setidaknya mampu menggantikan posisi angin dalam lambungnya pada pagi hari ini. Mungkin saja angin itu sudah bersemayam sejak tadi malam. Senyuman bahagia ku jumpai dari raut mukanya. Ah, lega…pemberianku diterima dengan senang hati olehnya. Tapi nenek itu tak mengatakan sepatah kata apapun padaku. Tak apalah, senyum yang tulus darinya saja sudah membuat awal pagiku diliputi kebahagiaan. Tak lupa aku mengatakan “dimakan ya nek,” dengan senyum simpul khas terbaik menurut versiku sendiri.

Aku ragu hendak pulang. Bukan tentang apa yang akan aku lakukan setelahnya, tetapi apa yang akan terjadi pada nenek ini setelah aku beranjak dari warung makan ini. Adakah orang yang peduli padanya? Atau ia akan lebih kelaparan dibanding sebelumnya?. Lalu, bagaimana jika ia mati disana tanpa seorang pun peduli padanya?. Ah, tak dapat terbayangkan dalam pikiranku betapa pilunya nasib nenek itu.

Sambil berpikir, ku buka ponsel lamaku. Sekedar membuka whatsApp dan melihat adakah seseorang yang menghubungiku atau mengirim pesan padaku. Tapi yang kujumpai hanya pesan dari berbagai grup yang sedang melakukan beberapa project di bulan ini. Aku bisa menanggapinya nanti. Lalu ku buka kontak di ponselku. Aku menemukan sebuah nama, Bu Anna. Beliau merupakan pengasuh di salah satu panti jompo di kotaku. Aku mengunjunginya beberapa hari yang lalu untuk keperluan observasi demi terselesaikannya penelitian skripsiku. Seketika aku merasa mendapat jawaban atas kegelisahanku. Tanpa basa basi langsung ku hubungi beliau untuk memberitahu bahwa ada seorang nenek yang tak jauh dari tempat tinggalku. Tak lupa aku menceritakan mengenai kondisi dari nenek ini. Dengan harapan, nenek ini akan mendapat tempat tinggal yang layak untuk menikmati masa tuanya.

Selang beberapa menit, datanglah ambulance beserta Bu Anna. Aku menghampiri Bu Anna, sekedar basa basi dan bertanya mengenai kabar beliau. Bu Anna memberitahu bahwa ia akan membawa nenek tersebut menuju panti jompo. Namun, sebelumnya nenek tersebut mendapat pemeriksaan medis, dikhawatirkan memiliki riyawat penyakit. jika sudah diketahui penyakitnya maka pihak panti jompo dapat melakukan penanganan tepat bagi nenek tersebut. Syukurlah nenek tersebut tidak menolak ketika hendak dibawa menuju ambulance. Dan yang membahagiakan selanjutnya ialah nenek tersebut tidak memiliki riwayat penyakit yang begitu serius. Hanya saja daya tahan tubuhnya sedikit melemah sebab di usianya yang renta justru ia berada di luar rumah. Ah, nek..mungkin kerasnya kehidupan ini membuatmu menjadi manusia yang tahan banting  dan senantiasa kuat dalam menghadapi berbagai macam sakit. Saat hendak pulang, Bu Anna menghampiriku seraya berkata “terima kasih atas infonya, ya.” Aku pun mengangguk sembari memperlihatkan senyum terbaikku. Lega rasanya dapat membantu sesama. Karena sesuai dengan motto hidupku, bahwa esensi kehidupan ialah bermanfaat bagi kehidupan lainnya.

selengkapnya: https://forumbaca.com/pentingnya-adab-dan-penerapannya-dalam-kehidupan