Rasulullah SAW Sebagai Tauladan Enterpreneur Muslim Dunia-Rasulullah SAW merupakan suri tauladan bagi umat muslim dunia. Rasulullah menjadi tauladan manusia dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi. Selain diangkat menjadi rasul dan nabi serta kepala negara, beliau merupakan seorang pedagang yang sukses. Beliau menjadi pedagang sejak sebelum menjadi rasul. Karena kepiawaian dan kejujurannya dalam berdagang, ia cukup tersohor di kalangan pedagang Arab dan memiliki relasi yang cukup banyak pula. Beberapa pengusaha memilih bergabung dalam bisnis beliau. Ada yang bergabung dalam bentuk modal saja dan ada pula yang menitipkan barang dagangannya kepada beliau. . Artinya pada masa itu Nabi Muhammad Saw telah mempraktekan bisnis penyertaan (sharing modal) dan konsinyasi (nitip barang). Saat sekarang bisnis seperti ini begitu populer di masyarakat. Namun, kepiawaian Nabi Muhammad Saw dalam berwirausaha itu, saat sekarang kurang diteladani kita saat ini. Akibatnya, banyak masyarakat yang tidak memilih profesi sebagai wirausaha tetapi lebih memilih profesi sebagai pegawai atau karyawan.
Nabi Muhammad SAW memulai berwirausaha sejak kecil. Diawali dengan menjadi penggembala kambing milik pamannya, kemudian saat remaja ia ikut serta membantu sang paman untuk pergi berdagang. Hingga dewasa beliau menjalankan bisnis dagang milik sendiri. Hal ini sangat relevan dalam dunia bisnis. Apabila seseorang hendak mengawali bisnis, ia harus menanamkan karakter jujur dan amanah dalam dirinya. Selain itu, ia harus banyak belajar dan mencari pengalaman dalam bidang wirausaha melalui beberapa cara. Bisa melalui orang lain, bisa otodidak, sesuai kemampuan masing-masing.
Nabi Muhammad SAW merupakan anak dari Abdullah (wafat saat beliau masih berada dalam kandungan) dan Siti Aminah (wafat saat beliau berusia 6 tahun). Nabi Muhammad SAW disusui oleh Halimah Sa’diyah. Pada masa itu, sudah menjadi tradisi umum bagi masyarakat Arab untuk menitipkan putranya untuk disusui oleh perempuan lain. Semenjak sang ibunda wafat, beliau diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthallib. Tepat 2 tahun setelah diasuh oleh sang kakek, sang kakek meninggal dunia. Akhirnya kemudian ia diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib.
Dibawah asuhan sang paman, beliau belajar berbagai banyak hal. Diawali dengan menggembala kambing. Beliau diajari cara menggembala kambing yang benar, mencari lokasi yang banyak rumput dan airnya, mengusir serigala yang hendak memakan kambingnya serta meneduhkan gembala saat tiba-tiba turun hujan. Semua hal itu beliau kerjakan dengan jujur dan tekun. Beliau dikenal dengan Muhammad yang jujur dan rajin.
Awal mulanya beliau hanya menggembala kambing milik sang paman. Namun karena ketekunan dan kerajinannya, beberapa orang memberi amanah kapadanya untuk menggembalakan kambing milik mereka. Muhammad kecil menerima upah berupa anak-anak kambing yang lahir dari gembalaannya. Upah tersebut yang menjadi penghasilannya pertama dan menjadi modal dalam berwirausaha. Pernah suatu hari ada seseorang yang berniat membeli kambing gembalaannya, padahal itu milik orang lain. Nabi Muhammad SAW enggan memberikan pada mereka sebab kambing tersebut bukanlah miliknya. Meskipun dengan berbagai rayuan dengan harga yang fantastis sekalipun.
Saat beliau memasuki usia belasan tahun dan dirasa sudah cukup mampu untuk melakukan perjalanan jauh, beliau diajak oleh pamannya untuk berdagang di Negeri Syam. Syam merupakan sebuah negara yang sekarang disebut dengan Syiria. Beliau memperoleh pengalaman yang cukup banyak dalam hal berniaga. Mulai dari persiapan pengumpulan barang, memilih kualitas barang, menentukan harga dan strategi penjualan agar mendapatkan omset yang cukup menguntungkan. Beliau melakukan kegiatan tersebut dengan tekun, jujur dan gigih. Akhirnya ia pun menjadi piawai dalam hal perdagangan dan mulai dikenal masyarakat luas.
Tak berapa lama setelah itu, Abu Thalib meninggal dunia. Akhirnya Nabi Muhammad SAW melanjutkan usaha dagangnya sendiri. Bermodalkan pengalaman masa kecilnya ia berani melanjutkan usahanya sendiri. Hingga akhirnya beberapa pedagang berminat untuk membangun relasi bisnis dengan beliau. Bahkan ada seorang janda kaya yang mempercayai barang dagangan sepenuhnya kepada Nabi Muhammad SAW. Janda tersebut bernama Siti Khadijah yang kelak akan menjadi istri Nabi Muhammad SAW.
Kesuksesan Muhammad sebagai hartawan ditunjukan beliau ketika meminang Siti Khadijah, beliau mampu memberi mas kimpoi berupa 20 ekor unta (dari beberapa sumber yang gue baca). Kalau untuk ukuran sekarang 20 ekor unta setara dengan nilai Rp 500 juta, karena harga seekor unta setara Rp 25 juta. Namun ada juga yang berpendapat bahwa unta yang dijadikan mas kimpoi adalah unta merah, yang pada jaman beliau merupakan tunggangan mewah. Jika dibandingkan dengan sekarang, satu unta merah setara dengan mobil sedan mewah Mercy, BMW, atau sejenisnya. Berarti Muhammad adalah pengusaha sukses mampu memberi mas kimpoi dengan nilai yang sangat tinggi. Hal ini bisa beliau lakukan karena beliau ”punya” dari hasil kerja keras sebelumnya.
Akan tetapi, cerita mengenai kesuksesan bisnis Rasulullah ini sangat jarang diceritakan oleh para penceramah. Mereka lebih banyak bercerita mengenai Nabi Muhammad SAW yang harus menahan lapar dan mengganjal perutnya dengan batu. Padahal kisah tersebut terjadi saat Rasulullah mengkontribusikan seluruh harta kekayaannya demi menegakkan syiar Islam. Kisah tersebut tidak ada salahnya dan sangat baik untuk menanamkan sifat qonaah maupun akhlak terpuji lainnya dalam diri manusia. Akan tetapi, hendaknya kita juga meneladani sifat Rasulullah yang gigih, tekun dan bekerja keras untuk kehidupannya.
Terlepas dari kita ingin menjadi wirausaha maupun karyawan, sifat dari Rasulullah ini sangat patut untuk dicontoh. Penanaman jiwa wirausaha sebaiknya dilakukan sejak dini sehingga saat dewasa anak sudah memiliki bekal dan pengalaman yang cukup banyak sehingga hanya perlu implementasi saja.
Pendidikan kewirausahaan sangat jarang diajarkan di bangku sekolah. Dalam sekolah, guru hanya mengajarkan pembelajaran reguler saja dan pada saat hari libur mereka lebih memilih bermain. Padahal seharusnya saat liburan, anak diajak ke tempat penjualan ataupun pembuatan seni kriya yang bernilai jual. Dari hal tersebut anak akan belajar bahwa segala sesuatu akan terwujud melalui proses yang panjang. Dan dibutuhkan kerja keras, ketekunan dan kegigihan untuk mendapatkannya.