Hidup dari latar belakang orang tua yang menjunjung tinggi nilai agama yang sangat kuat, menghabiskan masa kecilnya dengan menggeluti bidang agama yang sangat berbeda dengan anak kecil kebanyakan. Namun, tidak ada rasa menyesal dalam hatinya meskipun tidak bisa bermain seperti teman-temannya yang lain. Berusaha menjaga sikap, giat belajar, serta taat dalam agama sudah menjadi tradisi dalam keluarganya.
Memiliki tekad menjadi seorang pendakwah sejak usia belia merupakan tantangan terbesar untuk terus menimba ilmu yang telah direncanakan oleh ayahnya sendiri agar nantinya menjadi teladan di masyarakat. Itulah yang dialami oleh Habib Husein Ja’far Al Hadar, atau dikenal Habib Ja’far. Seorang da’i idola generasi milenial dengan kesederhanaannya serta jejak dakwah digitalnya yang semakin dikenal generasi milenial.
Daftar Isi
Biografi Habib Ja’far
Lahir di Bondowoso pada 33 tahun silam dari seorang ayah dan ibu berketurunan Arab, salah seorang anak dari 5 bersaudara yang memiliki jiwa agamis yang kuat. Tentu saja hal ini karena arahan dari ayah beliau yang menurutnya sangat perfeksionis dan peduli terhadap masa depan anak-anaknya. Ada hal semacam tuntutan menjaga marwah atau martabat bagi seseorang yang memiliki keturunan Arab. Inilah yang menjadi prinsip ayah beliau untuk menuntun anak-anaknya agar memiliki pandangan agama yang jelas hingga dewasa.
Prioritas agama ini berawal dari garis keturunan sang kakek yang berasal dari Yaman, yang kemudian pindah ke Indonesia untuk berdagang, sehingga bisa disimpulkan bahwa sang kakek merupakan orang asli Arab. Beliau habiskan masa kecilnya berada di Bondowoso bersama orang tua dan saudaranya. Semasa duduk di bangku sekolah dasar, beliau bercerita bahwa cita-cita di dalam rapornya adalah seorang ulama. Namun bukan dia sendiri yang menuliskannya, melainkan ayahnya.
Suatu yang tidak terpikirkan olehnya bahwa dia akan menjadi seorang ulama di masa depannya. Ada satu alasan mengapa ayahnya begitu telaten mengendalikan dirinya dan keluarga, selain karena keturunan dan prinsip, ayahnya adalah seorang pemilik Yayasan Pendidikan Islam di daerahnya. Tidak heran jika keluarganya dipandang keluarga yang alim oleh para tetangga sekitar, sehingga hal ini yang menjadi alasan ayahnya untuk selalu menjaga sikap keluarganya di segala aspek terutama hal agama. Istilah tough love atau cinta yang kuat adalah cara ayah beliau mendidik Habib Husein menjadi seorang laki-laki yang berprinsip dan berkarakter.
Pendidikan Habib Ja’far
Beliau menimba ilmu di sekolah dasar, SMP, SMA seperti anak-anak pada umumnya. Namun, beliau masuk ke sebuah pondok pesantren yang terletak di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur untuk memperdalam ilmu agama yang beliau tekuni dari kecil. Selepasnya, beliau melajutkan studi strata satu atau S1 di Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta) dan tentu saja program studi yang beliau ambil tidak jauh dari pembahasan agama. Beliau menggeluti bidang Filsafat Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Beliau kemudian melanjutkan program master Tafsir Hadist di universitas yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa Habib Husein adalah sosok cendekiawan Islam yang tekun Tafaqquh Fid Diin (memperdalam ilmu agama) dengan rentan waktu yang cukup lama. Apalagi beliau memulai menjadi seorang penulis di bangku kuliahnya. Sehingga narasi-narasi yang beliau sampaikan kental akan nilai-nilai keislaman dan keagamaan. Kegemarannya mengoleksi buku-buku langka pun juga merupakan hal yang diturunkan kakeknya dan akhirnya beliau teruskan hingga dewasa.
Habib Ja’far Menjadi Penulis di Media Bergengsi
Ketika masih kecil saja sudah mendapatkan bekal ilmu seperti ini, bagaimana tidak Habib Ja’far begitu menginspirasi para pemuda masa kini. Habib Ja’far juga berprofesi sebagai penulis hingga dimuat di media paling bergengsi seperti Kompas dan Majalah Tempo. Pertama kali tulisannya di muat di media nasional pada saat kelas 1 SMA, hingga 13 tahun menjadi penulis dan berhasil membuat 1000 esai lebih yang berisi tentang keagamaan dengan topik yang membedah ilmu filsafat.
Habib Ja’far Mulai Masuk ke Youtube
Pada 2017, Habib Ja’far mulai menuangkan isi pikirannya melalui audio dan video dan memutuskan untuk mengikuti arus perubahan zaman. Beliau membuat kanal youtube, namun saat itu beliau masih tidak percaya diri dan beliau mencari orang untuk membuat video dengan membacakan tulisan darinya. Merasa kurang menarik, Habib Ja’far memutuskan untuk membuat video sendiri yang berisi dirinya sedang membacakan tulisan atau ide-idenya mengenai keagamaan, kemudian berdakwah di akun youtube “Jeda Nulis”.
Berbicara tentang paham Islam dengan cinta dan penuh kasih sayang membuat kanal youtubenya diberikan tanggapan positif oleh masyarakat dengan penyebaran islam atau dakwah yang berbasis kasih sayang dan toleransi. Setelah beberapa lama berdakwah melalui kanal youtube miliknya, diliriklah Habib Ja’far oleh pemilik kanal youtube “Majelis Lucu Indonesia” untuk menawarkan platform yang lebih besar lagi sebagai media penyampaian dakwahnya.
Dengan bantuan Tretan Muslim dan Coki Pardede, Habib Ja’far pun mulai memasukan dakwahnya disertai dengan humor di segmen yang bernama “Pemuda Tersesat”, sebuah segmen yang berisi banyak pertanyaan-pertanyaan yang bisa disebut untuk mencoba mengakali agama dengan contoh “Apakah saat amal buruk dan amal baik kita ditimbang di akhirat dan hasilnya seimbang, maka akan diberi tambahan waktu hidup di dunia?” dan masih banyak contoh yang lain.
Viral Melalui Pemuda Tersesat
Dari segmen “Pemuda Tersesat” itu, Habib Ja’far menjadi viral dan diketahui banyak orang juga generasi muda lewat dakwahnya yang penuh kasih sayang, toleransi, rasional dan dibumbui dengan humor. Meskipun pertanyaan tersebut dirasa sepele, beliau mencoba menjawab pertanyaan dengan sangat baik dan dapat diterima oleh para pemuda tersebut. Menurut beliau, bahasa humor adalah bahasa yang paling banyak dimengerti oleh masyarakat umum sehingga daripada berdakwah dengan bahasa yang tinggi, bahasa filsafat, dan semacamnya, maka beliau memilih berdakwah dengan bahasa humor hingga saat ini.