You are currently viewing FOMO, baik atau buruk ?

FOMO, baik atau buruk ?

FOMO-forumbaca. Pernah gak sih kalian mengalami hal-hal seperti takut dan cemas saat satu hari tidak membuka social media, takut saat ketinggalan berita masa kini , selalu mengikuti trend yang sedang muncul karena takut dianggap kuno tanpa tahu manfaat dan tujuannya, dan mungkin sebenarnya kita tidak terlalu membutuhkannya. Nah, apabila anda mengalami kejadian diatas maka anda sudah terkena FOMO.

Apa itu FOMO?

FOMO (Fear Of Missing Out) alias takut ketinggalan merupakan suatu fenomena dimana seseorang  merasa khawatir, cemas dan iri jika orang lain mendapat sesuatu yang tidak kita punya. Dia merasa khawatir saat tidak memiliki pengalaman dan kemampuan yang sama dengan orang lain, sehingga menimbulkan sifat iri dengki dan mudah membandingkan diri dengan orang lain.

FOMO menyebabkan seseorang kehilangan kontrol diri, sehingga lingkungan di sekitarnya mempengaruhi emosinya pada saat itu dan akhirnya menyebabkan seseorang mengikuti trend yang sedang muncul.

Mengapa harus berhenti FOMO?

  1. Agar mampu fokus kepada hidup kita, diri kira, apa yang sedang dan akan dilakukan. Apabila seseorang mengalami FOMO, maka perhatiannya akan tertuju pada orang lain atau bahkan pada circle yang ada di social medianya. Ia cenderung memperhatikan foto orang lain, barang-barang milik orang lain, pasangan dan cerita kehidupan orang lain. Melihat dan mencari tahu tentang orang lain memang tidak sepenuhnya salah. Justru itu dapat menjadi motivasi bagi kita untuk terus memperbaiki diri dan melangkah  menuju masa depan. Akan tetapi, jangan sampai perhatian kita justru membuat kita merasa cemas, khawatir, merasa tersaingi, dan iri. Hal ini dapat mengurangi tingkat fokus kita pada apa yang ada dalam diri kita, akhirnya waktu kita terbuang percuma hanya untuk melihat kehidupan orang lain di sosial media.
  2. Kebahagiaan. Seperti yang kita ketahui, FOMO berdampak pada diri pelakunya berupa perasaan cemas, iri dan khawatir atas pencapaian orang lain. Orang yang mengalami FOMO terus merasa harus mengikuti orang lain dan akhirnya menjadi mudah marah, sedih dan kecewa. Minimal kecewa pada diri sendiri, sehingga ia kurang mampu merasakan kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang ada dalam dirinya. Menghindari FOMO dapat mengembalikan kita untuk menemukan kebahagiaan lewat hal-hal sederhana. Misalnya saat kita mampu melakukan hobi, baca buku, memelihara hewan, dll. Karena pada hakikatnya kebahagiaan hadir pada hal-hal kecil yang senantiasa kita syukuri.
  3. Kembali pada realita. Munculnya fenomena FOMO juga dipicu oleh berkembangnya teknologi. Dengan banyaknya kemudahan yang kini ditawarkan. Dan memang ini sudah zamannya. Kini orang dapat dengan mudah memberitahukan kepada khalayak tentang prestasinya, pencapaiannya, kehidupannya melewati postingan di sosial media. Dan orang lain juga dapat dengan mudah mengetahuinya. Apabila melihat postingan satu dua saja mungkin tidak masalah. Tapi bayangkan jika setiap detik saat kita membuka sosial media dipenuhi oleh hal-hal seperti itu, tentu saja secara tidak sadar hampir seluruh atensi kehidupan nyata kita diambil oleh dunia maya. Padahal kita semua hidup di dunia nyata. Sedangkan trend yang sedang viral tersebut diciptakan. berada di dunia maya dan akan terus berubah seiring berjalannya waktu.
Baca Juga:  4 Situs Freelance Terbaik Bagi Pemula Tanpa Pengalaman Kerja!

Apabila FOMO dijadikan sebagai pemantik bagi kita untuk terus semangat dalam mengembangkan diri, menambah relasi, menambah ilmu dan pengetahuan sehingga menjadikan kita pribadi yang lebih baik lagi maka itu tidak jadi masalah. Namun jika kita menjadikan FOMO sebagai ajang eksploitasi diri, semakin mencari kekurangan diri dan berujung pada ketidakpercayaan diri maka tidak akan ada perkembangan dalam diri kita dan justru merugikan diri sendiri.

“Comparison with myself brings improvement, comparison with others brings disontent” -Betty Jamie Chung

Bagaimana agar berhenti dari FOMO ?

  1. Kelola atensi (fokus). Ubah fokus yang semula tertuju pada orang lain tertuju pada diri sendiri. Dengan begitu dapat menemukan potensi, kemampuan dalam diri sendiri yang dapat kita kembangkan. Akan tetapi, fokus pada diri sendiri secara berlebihan dapat menyebabkan narsisme.
  2. Berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Segala sesuatu ada batasnya, apabila kita membandingkan diri dengan orang lain secara berlebihan maka hanya akan merugikan diri sendiri. kecuali saat kita membandingkan diri dengan orang lain dengan tujuan sebagai ajang evaluasi, improvement, perbaikan, belajar dan untuk mencari motivasi maka itu sah-sah saja. Daripada kita membandingkan diri dengan orang lain, mengapa kita tidak membandingkan diri kita hari ini dengan yang kemarin?. Apakah saya yang hari ini lebih baik dengan yang kemarin?.
  3. Lihat ke bawah. Rasa syukur merupakan salah satu ajang terbaik untuk menghilangkan FOMO. Apabila seseorang mengalami FOMO, maka ia akan selalu merasa kurang karena selalu melihat pencapaian dan kehidupan orang lain dan harus kita punya. Apabila kita merasa cemas saat belum memiliki outfit yang sedang trending, mengapa kita tidak bersyukur atas pakaian yang kita punya?masih banyak diluar sana masyarakat yang kurang mampu dan masih kekurangan dalam hal pakaian, dsb. Saat kita cemas dengan pilihan yang diambil orang lain, mengapa kita tidak bersyukur atas pilihan kita sendiri?karena diluar sana banyak sekali orang yang hidup tanpa memiliki pilihan apapun. Saat kita cemas atas pencapaian orang lain, mengapa kita tidak bersyukur atas pencapaian yang kita raih hingga detik ini. Karena sekecil apapun pencapaian yang kita raih, saya yakin itu adalah pencapain yang patut disyukuri.
  4. Ubah cara kita menggunakan social media. Sebagian dari kita mungkin ada yang menghabiskan 8 jam atau lebih untuk bersosial media setiap harinya. Selama 8 jam tersebut, seseorang mendapat informasi apa saja tentang orang lain, baik yang penting maupun yang kurang penting. Saat kita tidak mengontrol penggunaan social media, maka bersiaplah kita akan diatur olehnya. Maka dari itu, mulai sekarang bijak lah dalam bersocial media. Apabila sebelumnya dalam sehari kita menggunakan social media selama 8 jam tanpa ada manfaatnya, maka besok harus dikurangi menjadi 7 jam, dan begitu seterusnya sampai batas yang kita tentukan. Nah, selanjutnya kita harus menyadari bahwa apa yang terlihat di social media tidak selalu menggambarkan kehidupan seseorang yang sebenarnya. Tunggu dulu, ini bukan ajakan untuk berhenti bermain social media ya, kita hanya perlu bijak dalam bersocial media. Daripada kita membuka social media hanya untuk scrolling kehidupan orang lain, mengapa kita tidak membuka social media untuk mencari inspirasi, motivasi, dan relasi yang berguna bagi kehidupan kita.
  5. Buat skala prioritas. Fenomena FOMO menjadikan seseorang selalu ingin memiliki sesuatu yang menjadi trend. Padahal sebenarnya ia tidak terlalu membutuhkannya. Misalnya seseorang membeli tas baru hanya agar terlihat keren dan tidak dianggap ketinggalan zaman padahal ada kebutuhan dirinya yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Mengikuti hal-hal baru yang sedang viral memang bukan hal yang sepenuhnya dapat disalahkan. Akan tetapi, cobalah sejenak berpikir, apakah ini benar yang kita butuhkan ? siapa yang mendapat manfaatnya ? apakah orang lain atau pun diri sendiri dapat mengambil manfaat dari hal yang dilakukan ?. menentukan skala prioritas dapat dilakukan dengan menentukan tujuan atau target. Serta memisahkan mana yang menjadi kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Menentukan skala prioritas menyadarkan kita bahwa tidak semua trend harus kita ikuti, tidak semua barang harus kita miliki, semua bergantung pada kebutuhan masing-masing pribadi.
Baca Juga:  Autumn in July