Hustle culture merupakan standar sosial dimana seseorang hanya bisa berhasil jika mereka bekerja keras dan bekerja secara maksimal. Hustle culture banyak diabadikan oleh media sosial dan menetapkan standar produktivitas yang tidak realistis dan pekerjaan yang bermakna. Standar sosial ini memberikan tekanan yang tidak perlu kepada seseorang.
Terlebih hustle culture menyebabkan kelelahan karena mengkaitkan staus sosial seseorang dengan jumlah pekerjaan yang dilakukan. Pada akhirnya, seseorang yang melakukan hustle culture ini mengabaikan fakta bahwa mereka memounyai kehidupan pribadi nya sendiri di luar pekerjaan. Maka dari itu, penting untuk kita megenal dampak hustle culture terhadap kesehatan mental.
Dampak hustle culture terhadap kesehatan mental
Jam kerja yang panjang meningkatkan risiko kesehatan mental yang buruk, termasuk gejala depresi, penurunan kesejahteraan emosional, kecemasan, dan ide bunuh diri. Hal ini mengakibatkan ketidakmampuan kerja dan kualitas hidup yang lebih rendah. Sebuah studi yang dilakukan di Cina di antara berbagai karyawan (pekerja kerah putih, pekerja kerah biru, pegawai, dan pengusaha wiraswasta) meneliti tingkat depresi dan kesehatan mental individu.
Para peneliti menemukan bahwa pekerja dengan minat memiliki skor rata-rata yang jauh lebih tinggi pada kuesioner WHO. Terlepas dari apakah individu tersebut memiliki hobi, skor rata-rata menurun karena jam kerja mingguan meningkat. Bekerja lebih dari 60 jam seminggu juga dikaitkan dengan depresi dan kesehatan mental yang buruk. Jam kerja yang panjang, menurut penelitian, menyebabkan Bekerja lebih dari 60 jam per minggu juga ditemukan sebagai faktor risiko independen untuk depresi dan kesehatan mental yang buruk.
Jam kerja yang panjang, menurut penemuan, mengakibatkan “kurangnya waktu tidur dan waktu untuk ‘pulih atau perbaikan’ dari tuntutan pekerjaan, membuat pekerja lebih rentan terhadap memburuknya waktu yang tersedia untuk kegiatan lain yang berhubungan dengan waktu luang atau hobi pribadi, membuat pekerja lebih rentan terhadap memburuknya waktu yang tersedia untuk kegiatan lain yang berhubungan dengan waktu luang atau hobi pribadi.”
Secara keseluruhan, bekerja lebih dari 45 jam per minggu dikaitkan dengan peningkatan perasaan kelelahan di antara para dokter, serta peningkatan kesalahan dalam pekerjaan mereka. Kerusakan pasien, kesalahan resep, keterlambatan terapi, dan item yang tidak lengkap atau salah dalam catatan pasien adalah contoh kesalahan medis.
Jumlah pekerjaan yang kita miliki, berapa lama kita menghabiskan waktu di depan layar haruslah diseimbangi dengan seberapa banyak juga kita dalam menghabiskan waktu untuk ketenangan diri sendiri. Dalam artikel sebelumnya
penulis membahasa tentang bagaimana penulis menghabiskan waktu luangnya untuk tetap tenang dalam kesibukan sehari-hari nya. Selain itu, ketahui juga bagaimana olahraga mempengaruhi kinerja otak.